Kamis, 28 April 2011

kanker rahim


KANKER RAHIM (OVARIUM)



Sampai saat ini, kanker rahim dikenal sebagai "silent killer" karena biasanya sulit terdeteksi hingga stadium lanjut.


Gejala kanker rahim tidak spesifik. Studi terbaru menunjukkan bahwa penderita kanker rahim biasanya mengalami gejala berikut ini secara menetap:
  • tekanan abdomen (merasa penuh, bengkak atau kembung)
  • Perasaan ingin buang air kecil terus menerus
Gejala lainnya meliputi:
  • Gangguan pencernaan yang menetap (gas atau mual)
  • Perubahan kebiasaan BAB tanpa alasan jelas, seperti sembelit
  • Kehilangan nafsu makan atau cepat merasa kenyang
  • Rasa sakit selama hubungan intim (dispareunia)
  • Lemas & letih lesu yang berkelanjutan
  • Sakit pada daerah sekitar pinggang/panggul
  • Perubahan dalam siklus menstruasi
KAPAN HARUS KE DOKTER
Kunjungi dokter Anda jika Anda merasakan gejala perut bengkak, kembung, sakit pada perut/panggul yang terus-menerus selama lebih dari beberapa minggu. Jika dokter tidak menemukan diagnosa kanker rahim, pastikan Anda mendapat second opinion. Pasti dokter melakukan pemeriksaan panggul Anda.

Dokter mungkin merekomendasikan satu atau lebih dari tes berikut untuk mendiagnosa kanker rahim:
  • Ultrasonografi (USG).
  • Penanda tumor CA-125. Banyak wanita dengan kanker rahim memiliki kadar CA 125 yang abnormal dalam darah mereka.
  • CT SCAN atau MRI
Jika tes ini mengarah ke kanker rahim, akan dilakukan operasi (laparaskopi) dimana diambil sayatan kecil di perut dan eksplorasi rongga perut untuk menentukan apakah kanker ada. Jika kanker rahim terkonfirmasi, ahli bedah dan ahli patologi akan mengidentifikasi jenis tumor dan menentukan apakah kanker telah menyebar.

STADIUM KANKER RAHIM
  • Stadium I. kanker terbatas pada satu atau kedua ovarium.
  • Stadium II. Kanker telah menyebar ke lokasi lain di panggul, seperti rahim atau saluran tuba.
  • Stadium III. Kanker telah menyebar ke selaput perut (peritoneum) atau ke kelenjar getah bening dalam perut.
  • Stadium IV. Kanker ovarium telah menyebar ke organ di luar perut.

Gambar: Kanker Rahim Stadium III

Perawatan kanker rahim biasanya melibatkan kombinasi operasi dan kemoterapi.

OPERASI PEMBEDAHAN
Secara umum, penderita kanker rahim memerlukan pembedahan luas yang mencakup pengangkatan kedua ovarium, saluran tuba dan rahim serta kelenjar getah bening di dekatnya dan lipatan jaringan lemak perut yang dikenal sebagai omentum, di mana kanker rahim sering menyebar.

KEMOTERAPI
Setelah operasi, kemungkinan besar Anda akan menjalani kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa. Rejimen awal untuk kanker rahim mencakup kombinasi carboplatin (Paraplatin) dan paclitaxel (Taxol) disuntikkan ke dalam aliran darah (intravena). Efek samping - termasuk sakit perut, mual dan muntah - mungkin dapat terjadi.

RADIASI
Radiasi biasanya tidak dianggap efektif untuk kanker rahim.

Miocard Infark Acut

Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark)

1. PENGERTIAN


Infark miocardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)

Infark miocard acut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)

Anatomi Jantung

2. ETIOLOGI (kasuari, 2002)


Faktor penyebab :
  1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
    1. Faktor pembuluh darah :
      1. Aterosklerosis.
      2. Spasme
      3. Arteritis
    2. Faktor sirkulasi :
      1. Hipotensi
      2. Stenosos aurta
      3. insufisiensi
    3. Faktor darah :
      1. Anemia
      2. Hipoksemia
      3. polisitemia
  2. Curah jantung yang meningkat :
    1. Aktifitas berlebihan
    2. Emosi
    3. Makan terlalu banyak
    4. Hypertiroidisme
  3. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
    1. Kerusakan miocard
    2. Hypertropimiocard
    3. Hypertensi diastolic

Faktor predisposisi :
  1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
    1. Usia lebih dari 40 tahun
    2. Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
    3. Hereditas
    4. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
  2. Faktor resiko yang dapat diubah :
    1. Mayor :
      1. hiperlipidemia
      2. hipertensi
      3. Merokok
      4. Diabetes
      5. Obesitas
      6. Diet tinggi lemak jenuh, kalori
    2. Minor:
      1. Inaktifitas fisik
      2. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
      3. Stress psikologis berlebihan.

3. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala infark miocard (TRIAS) adalah :
  1. Nyeri
    1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
    2. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
    3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
    4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
    5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
    6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
    7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
  2. Laborat
    Pemeriksaan Enzim jantung :
    1. CPK-MB/CPK
      Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4 - 6 jam, memuncak dalam 12 - 24 jam, kembali normal dalam 36 - 48 jam.
    2. LDH/HBDH
      Meningkat dalam 12 - 24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
    3. AST/SGOT
      Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6 - 12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
  3. EKG
    Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
  1. = tidak mengalami nyeri
  2. = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
  3. = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.

4. PATHWAY


Download Pathway AMI

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


  1. EKG
    Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
  2. Enzim Jantung.
    CPKMB, LDH, AST
  3. Elektrolit.
    Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
  4. Sel darah putih
    Leukosit (10.000 - 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
  5. Kecepatan sedimentasi
    Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI, menunjukkan inflamasi.
  6. Kimia
    Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ acut atau kronis
  7. GDA
    Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru acut atau kronis.
  8. Kolesterol atau Trigliserida serum
    Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
  9. Foto dada
    Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
  10. Ekokardiogram
    Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
  11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
    Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
    Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
  12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
    Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
  13. Angiografi koroner
    Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
  14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
    Teknik yang digunakan untuk menggambarkan pembuluh darah yang mengarah ke atau dari jantung
  15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
    Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
  16. Tes stress olah raga
    Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

6. PENATALAKSANAAN


Penatalaksanaan pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) adalah antara lain:
  1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
  2. Tirah baring, posisi semi fowler.
  3. Monitor EKG
  4. Infus D5% 10 - 12 tetes/ menit
  5. Oksigen 2 - 4 lt/menit
  6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 - 50 mg
  7. Obat sedatif : diazepam 2 - 5 mg
  8. Bowel care : laksadin
  9. Antikoagulan : heparin tiap 4 - 6 jam /infus
  10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
  11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas

7. PENGKAJIAN PRIMER


Pengkajian Primer yang perlu dilakukan pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) antara lain:
  1. Airways
    1. Sumbatan atau penumpukan secret
    2. Wheezing atau krekles
  2. Breathing
    1. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
    2. Respirasi lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
    3. Ronchi, krekles
    4. Ekspansi dada tidak penuh
    5. Penggunaan otot bantu nafas
  3. Circulation
    1. Nadi lemah , tidak teratur
    2. Takikardi
    3. Tekanan Darah meningkat / menurun
    4. Edema
    5. Gelisah
    6. Akral dingin
    7. Kulit pucat, sianosis
    8. Output urine menurun

8. PENGKAJIAN SEKUNDER.


Sedangkan pengkajian sekunder pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark):
  1. Aktifitas
    1. Gejala :
      1. Kelemahan
      2. Kelelahan
      3. Tidak dapat tidur
      4. Pola hidup menetap
      5. Jadwal olah raga tidak teratur
    2. Tanda :
      1. Takikardi
      2. Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
  2. Sirkulasi
    1. Gejala :
      1. Riwayat IMA sebelumnya
      2. Penyakit arteri koroner
      3. Masalah tekanan darah
      4. Miabetes mellitus.
    2. Tanda :
      1. Tekanan darah: Dapat normal / naik / turun
        Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
      2. Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
      3. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
      4. Murmur : Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
      5. Friksi ; dicurigai Perikarditis
      6. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
      7. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
      8. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukossa atau bibir
  3. Integritas ego
    1. Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi tacut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga
    2. Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri
  4. Eliminasi
    1. Tanda : normal, bunyi usus menurun.
  5. Makanan atau cairan
    1. Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
    2. Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
  6. Hygiene
    1. Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
  7. Neurosensori
    1. Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
    2. Tanda : perubahan mental, kelemahan
  8. Nyeri atau ketidaknyamanan
    1. Gejala :
      1. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
      2. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
      3. Kualitas : "Crushing ", menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .
      4. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 - 10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
      5. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia
  9. Pernafasan:
    1. Gejala :
      1. Dispnea tanpa atau dengan kerja
      2. Dispnea nocturnal
      3. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
      4. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
    2. Tanda :
      1. Peningkatan frekuensi pernafasan
      2. Nafas sesak / kuat
      3. Pucat, sianosis
      4. Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum
  10. Interkasi sosial
    1. Gejala :
      1. Stress
      2. Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
    2. Tanda :
      1. Kesulitan istirahat dengan tenang
      2. Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, tacut)
      3. Menarik diri

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan yang mungkin muncul pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) antara lain sebagai berikut:
  1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
    1. Ditandai dengan :
      1. Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
      2. Wajah meringis
      3. Gelisah
      4. Delirium
      5. Perubahan nadi, tekanan darah.
    2. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama ......di RS
    3. Kriteria Hasil:
      1. Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
      2. Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
      3. Tidak gelisah
      4. Nadi 60 - 100 x / menit
      5. Tekanan Darah 120/80 mmHg
    4. Intervensi :
      1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
      2. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
      3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
      4. Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya (2 - 4 lt/menit)
      5. Monitor tanda-tanda vital (Nadi & tekanan darah) tiap dua jam.
      6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
  2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miocard
    1. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama....x 24 jam di RS
    2. Kriteria Hasil :
      1. Tidak ada edema
      2. Tidak ada disritmia
      3. Haluaran urin normal
      4. Tanda Tanda Vital dalam batas normal
    3. Intervensi :
      1. Pertahankan tirah baring selama fase acut
      2. Kaji dan laporkan adanya tanda - tanda penurunan COP, Tekanan Darah
      3. Monitor haluaran urin
      4. Kaji dan pantau Tanda-tanda Vital tiap jam
      5. Kaji dan pantau EKG tiap hari
      6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
      7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
      8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
      9. Berikan makanan sesuai diitnya
      10. Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)
  3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
    1. Ditandai dengan :
      1. Daerah perifer dingin
      2. EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
      3. Respirasi lebih dari 24 x/ menit
      4. Kapiler refill Lebih dari 3 detik
      5. Nyeri dada
      6. Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru (tidak selalu)
      7. Tekanan Darah > 120/80 mmHg, Analisa Gas Darah dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
      8. Nadi lebih dari 100 x/ menit
      9. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
    2. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
    3. Kriteria Hasil:
      1. Daerah perifer hangat
      2. Tidak sianosis
      3. Gambaran EKG tidak menunjukan perluasan infark
      4. Respirasi 16 - 24 x/ menit
      5. Tidak terdapat clubbing finger
      6. Kapiler refill 3 - 5 detik
      7. Nadi 60 - 100x / menit
      8. Tekanan Darah 120/80 mmHg
    4. Intervensi :
      1. Monitor Frekuensi dan irama jantung
      2. Observasi perubahan status mental
      3. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
      4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
      5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
      6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan Pemberian oksigen
  4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
    1. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
    2. Kriteria Hasil :
      1. Tekanan darah dalam batas normal
      2. Tidak ada distensi vena perifer / vena dan edema dependen
      3. Paru bersih
      4. Berat badan ideal (BB ideal TB -100 ± 10 %)
    3. Intervensi :
      1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
      2. Observasi adanya oedema dependen
      3. Timbang Berat Badan tiap hari
      4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
      5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.
  5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar, edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif)
    1. Ditandai dengan :
      1. Dispnea berat
      2. Gelisah
      3. Sianosis
      4. Perubahan GDA
      5. Hipoksemia
    2. Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
    3. Kriteria hasil :
      1. Tidak sesak nafas
      2. Tidak gelisah
      3. GDA dalam batas Normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
    4. Intervensi :
      1. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
      2. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
      3. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
      4. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
      5. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
  6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard
    1. Ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
    2. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
    3. Kriteria Hasil :
      1. klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
      2. Frekuensi jantung 60 - 100 x/ menit
      3. Tekanan Darah 120 - 80 mmHg
    4. Intervensi :
      1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan Tekanan Darah selama dan sesudah aktifitas
      2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)
      3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
      4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah mkan.
      5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
  7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
    1. Tujuan : cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
    2. Kriteria Hasil :
      1. Klien tampak rileks
      2. Klien dapat beristirahat
      3. TTV dalam batas normal
    3. Intervensi :
      1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
      2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
      3. Ajarkan tehnik relaksasi
      4. Minimalkan rangsang yang membuat stress
      5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
      6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
      7. Berikan support mental
      8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
  8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang, kebutuhan perubahan pola hidup
    1. Ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
    2. Tujuan : Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS
    3. Kriteria Hasil :
      1. Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
      2. Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
    4. Intervensi :
      1. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
      2. Beri penjelasan factor resiko, diet (Rendah lemak dan rendah garam) dan aktifitas yang berlebihan,
      3. Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
      4. Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
  2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
  3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
  4. Long, B.C. Essential of medical - surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
  5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth's textbook of medical - surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
  6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
  7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
  8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
  9. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001
  10. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
  11. Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
  12. Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

DENGUE HAEMORAGIG FEVER

Askep DHF

( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan DHF )

Pengertian DHF / Demam Berdarah

DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty )
nyamuk aides aegepty
nyamuk aides aegepty
Menurut beberapa ahli pengertian DHF sebagai berikut:
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
Penyebab DHF

Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty )
Patofisiologi DHF

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
Tanda dan Gejala DHF

Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
-          Meningkatnya suhu tubuh
-          Nyeri pada otot seluruh tubuh
-          Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
-          Suara serak
-          Batuk
-          Epistaksis
-          Disuria
-          Nafsu makan menurun
-          Muntah
-          Ptekie
-          Ekimosis
-          Perdarahan gusi
-          Muntah darah
-          Hematuria masif
-          Melena
Diagnosis DHF

Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, purpura, ekimosis
3) Epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
Klasifikasi DHF menurut WHO
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )
Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan  lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )
Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik
-          Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
-          Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
-          Rontgen Thorac = Effusi Pleura
Pathways

Askep DHF
Askep DHF


Penatalaksanaan
Medik
A.    DHF tanpa Renjatan
-          Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari )
-          Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
-          Jika kejang maka dapat diberi luminal  ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
-          Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
B.     DHF dengan Renjatan
-          Pasang infus RL
-          Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
-          Tranfusi jika Hb dan Ht turun
Keperawatan
  1. Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam
-          Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
-          Observasi intik output
-          Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3   jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
-          Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
-          Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
1. Resiko Perdarahan
-          Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
-          Catat banyak, warna dari perdarahan
-          Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
2. Peningkatan suhu tubuh
-          Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
-          Beri minum banyak
-          Berikan kompres

Asuhan Keperawatan pada pasien DHF

Pengkajian
Pengkajian Keperawatan DHF

Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a). Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
b). Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
Diagnosa Keperawatan DHF

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Christiante Effendy, 1995) yaitu :
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
6) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
8 ) Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Perencanaan Keperawatan DHF
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.±7)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
2). Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
3). Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
4). Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
5). Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
6). Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
Tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
7). Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
8). Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
9). Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
7) Infeksi tidak terjadi.
8 ) Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
-          Rumah selalu terang
-          Tidak menggantung pakaian
-          Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
-          Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
-          Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan pendidikan kesehatan
-          Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
-          Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
-          Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
-          Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
Daftar Pustaka
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267

Artikel yang Berhubungan

Dehidrasi
Cara Mengukur Denyut Nadi
Kumpulan Askep
Kompres Hangat